Dokter, Pelukis, & si Cowok Plin-plan




Judul buku: Dokter, Pelukis, dan si Cowok Plin-Plan
Penulis: Ken Terate
Ukuran dan jumlah halaman: 20 cm , 240 hal
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Cetakan dan tahun terbit: Cetakan I, 2005

Sampul Belakang:

Salah Satu Kesalahan yang Selalu Terjadi Waktu Kita Ketemu Cowok Keren

Tidak memikirkan baik-baik setiap kata yang kamu ucapkan. Kamu berkata, “Kamu tahu, Mama mendorongku untuk jadi dokter, padahal sumpah, itu hal paling konyol yang pernah kubayangkan. Mereka sok penting, kan? Mentang-mentang orang menganggap mereka penyelamat nyawa. Mereka gede kepala dan merecoki pikiran anak-anak bahwa profesi dokter paling bergengsi.” Saat mengatakan itu, kamu tahu sudah melakukan kesalahan terbesar karena muka si cowok ganteng jadi aneh dan berkerut. “Ayahku dokter gigi, dan aku kuliah di fakultas kedokteran.” Nah!

Aku, Imelda Putri, cewek kelas 2 SMA, bĂȘte banget ketika ortuku memaksaku les tiga kali seminggu supaya besok (besoooook masih lamaaa sekali) aku bisa masuk fakultas kedokteran. Siapa sih yang ingin jadi dokter? Aku suka melukis dan cita-citaku, tentu saja jadi pelukis.

Cuma, waktu aku ketemu Alec, cowok superkeren, mahasiswa kedokteran yang membuatku tergila-gila rata dengan tanah, kupikir ya... jadi dokter nggak buruk-buruk amat. Apalagi sobatku sendiri - yang kata cewek-cewek di sekolah termasuk cowok keren, tapi menurutku sendiri sikapnya plin-plan banget—bilang aku nggak bakat-bakat amat jadi pelukis. Duh, jadi bingung!
***

Whoa, aku surprised banget tau ini novelnya Ken Terate. Bahkan terbitnya lebih dulu ketimbang Jurnal Jo. Habis, novel ini gak ter-blow up banget gitu.

It's Ken Terate!
Tapi tetep sih, novel ini ditulis dengan khas gaya Ken Terate. Bercerita tentang Imelda Putri, pelajar kelas 2 SMA yang lagi menderita berkat dipaksa oleh mamanya untuk mengikuti les tambahan. Parahnya lagi, hal itu dilakukan mamanya agar kelak ia bisa masuk Fakultas Kedokteran. Padahal jelas-jelas Imel lebih suka melukis dan berharap jadi pelukis di masa depan.

Oya, Imel punya sobat sedari kecil bernama Chris yang dianggapnya orang aneh. Okelah menurut sebagian teman sekolahnya Chris itu lumayan keren, tapi Imel sama sekali tak tahu di mana letak kekerenan itu. Yang ia tahu hanyalah mereka sering menghabiskan waktu bersama sampe sering dikira orang pacaran (dan Imel jelas-jelas menampik itu!). Imel sering bersifat kekanak-kanakan dan Chris selalu mencoba memberi Imel solusi meski keributan yang lebih sering terjadi.

Imel tentu berkeluh-kesah pada Chris soal perenggutan masa depannya yang dipenggal oleh mama dan dipindah haluan menjadi dokter. Chris punya beberapa ide gila yang benar-benar dilakukan oleh Imel dan itu malah membuat dirinya didera perasaan bersalah.

Namun hikmah dibalik perbuatannya itu, akhirnya mama malah mendatangkan guru privat untuk Imel. Guru privat dalam benak Imel yang dikiranya bakal membosankan ternyata… benar-benar seorang kriminal. Ia telah mencuri hati Imel dalam sekejap mata memandang dan memperkenalkan diri bernama Alec. Lengkapnya, mahasiswa fakultas kedokteran. Sempurna!

Berkat kehadiran Alec, kehidupan Imel mulai diwarnai dengan gejala orang kasmaran. Ia tergila-gila dengan segala hal yang berhubungan dengan Alec, bahkan mulai berpikir akan berusaha secara sukarela untuk menembus fakultas kedokteran. Di lain pihak, Chris pun mulai tersisih. Haha, apa Imel telah melupakan cita-citanya sebagai pelukis?

Novel ini dikemas dengan menarik, gaya anak muda khas pelajar SMA. Secara alur juga tertata rapi. Cara Ken Terate menggambarkan perasaan Imel amat mengena. Bagaimana saat dia kesal dengan sang mama, rasa bersalah yang membayangi usai menjalankan aksi protes agar tak dipaksa ikut les, serta rasa tergila-gila pada Alec sang pangeran impian.

Aku suka adanya banyak quote pembuka setiap bab. Dan bagian ini yang paling aku suka dari isi novel.
“Kamu sibuk apa?” Chris bertanya dengan mulut berlepotan es krim vanilla membuatnya jadi punya kumis. Untung dia bukan pacarku, well, setidaknya saat ini.
“Sibuk mengelas hatiku yang patah,” jawabku.
Chris tertawa, “Hati tidak terbuat dari besi. Tapi, dari cokelat.”
“Dari cokelat?”
“Ya, jadi kalo patah, tinggal dilelehkan, dibentuk lagi, lelehkan lagi, bentuk lagi.”


Rating :

Komentar

  1. koq tumben nggak ada ratingnya?? :)

    BalasHapus
  2. jadi ingin baca bukunya nih.,..
    pinjem dong..

    BalasHapus
  3. Balasan
    1. Buku ringan kok mbak, yaah.. memang bacaan remaja sih :))

      Hapus
  4. sepertinya serasa kembali masa sms deh kalau baca novel ini....kayak apa ya ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak... pola pikir yang diceritakan penulis ala anak SMA banget. hihi

      Hapus

Posting Komentar

When you leave a footstep, you've connected our link :)){}

Postingan Populer